Selasa, 17 Desember 2019

ISU PEMBANGUNAN KESEHATAN (STUNTING)

"Cegah Stunting Pada Anak" 
Hasil gambar untuk gizi stunting

Dalam debat ketiga Pilpres 2019, kesehatan masuk dalam daftar topik yang diangkat. Stunting, adalah salah satu masalah kesehatan yang perlu menjadi sorotan. Jangankan diberantas, angka stunting di Indonesia masih masuk kategori sangat tinggi menurut standar WHO.

Menurut WHO, stunting adalah kondisi gagal tumbuh. Ini bisa dialami oleh anak-anak yang mendapatkan gizi buruk, terkena infeksi berulang, dan stimulasi psikososialnya tidak memadai. Anak dikatakan stunting ketika pertumbuhan tinggi badannya tak sesuai grafik pertumbuhan standar dunia. Menurut pakar nutrisi dan penyakit metabolik anak, Damayanti Rusli Sjarif, dampak stunting bukan sekadar tinggi badan anak. “Kalau anak pendek, ketika remaja dia bisa tumbuh lagi. Ada kesempatan kedua untuk menaikkan tinggi badan. Tapi kalau sudah stunting terkait pertumbuhan otak, ketika sudah besar, anak tidak bisa diobati lagi,” jelas Damayanti.

"Stunting di Indonesia"

Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) 2018 yang diolah Lokadata Beritagar.id menunjukkan, 30,8 persen balita di Indonesia mengalami stunting. Angka ini turun jika dibandingkan data Riskesdas 2013, yakni 37,2 persen. "Meski demikian, angkanya masih jauh dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 20 persen," ujar Kepala Balitbang Kesehatan, Siswanto. Ambang batas prevalensi stunting dari WHO mengategorikan angka stunting 20 sampai kurang dari 30 persen sebagai tinggi, dan lebih dari atau sama dengan 30 persen sangat tinggi. Indonesia tidak sendiri. Ada 44 negara lain dalam kategori angka stunting sangat tinggi. WHO juga mencatat, 60 dari 134 negara masih memiliki tingkat stunting di bawah standar 20 persen. Padahal, stunting adalah indikator kunci kesejahteraan anak secara keseluruhan. Negara-negara dengan angka stunting tinggi merefleksi ketidaksetaraan sosial di dalamnya. WHO menjadikan stunting sebagai fokus Global Nutrition Targets untuk 2025, juga Sustainable Development Goals untuk 2030. Gentingnya masalah stunting membuat sejumlah pihak meminta solusi konkret dari kedua pasangan capres dan cawapres. Hal ini diharapkan muncul dalam debat Pilpres 2019 mendatang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta, para cawapres membahas soal stunting dalam debat antara cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno. "Caranya, pertama penyuluhan untuk menyadarkan masyarakat pentingnya gizi seimbang, kemudian bagaimana mendeteksi secara dini kalau ada bayi atau ibu hamil kekurangan gizi, bagaimana cara memberikan treatment dengan segera dan tepat. Kalau di dunia kesehatan tiga langkah itu paling penting," papar Ketua Umum IDI, Daeng Mohammad Faqih. Namun, upaya memberantas stunting tidak hanya harus jadi perhatian pelaku sektor kesehatan. Sektor ketersediaan pangan, harga pangan terjangkau, dan lapangan kerja guna mencukupi kebutuhan hidup juga perlu diperhatikan. Masih soal stunting, menilik dari kacamata lain, peneliti bidang sosial The Indonesian Institute, Umi Lutfiah berpendapat kedua pasangan capres dan cawapres perlu lebih fokus pada remaja perempuan. Karena untuk melahirkan generasi bebas stunting di kemudian hari, para remaja perempuan ini harus memiliki gizi baik terlebih dahulu. Tidak hanya dari aspek kesehatan, peningkatan peran perempuan dalam ekonomi keluarga dan pengasuhan anak juga penting. Pasalnya, jika perempuan punya posisi ekonomi baik dalam keluarga, daya tawar mereka pun lebih baik. Termasuk dalam penentuan belanja keluarga. Perempuan diharapkan bisa mengutamakan gizi anak atau balita dalam belanja keluarga. "Besar harapan kita, masyarakat Indonesia, bahwa program kerja yang sudah luar biasa bagus ini tidak hanya terpasang manis dalam dokumen janji kampanye saja. Lebih dari itu, semua masyarakat Indonesia menantikan eksekusi nyata dari program-program tersebut agar tercipta Indonesia bebas stunting dan berdaya saing," papar Umi. Apa program dan solusi para calon pemimpin? Kita nantikan dalam debat cawapres yang akan dihelat di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/3/2019) malam.

"Hubungan Stunting Dengan Masalah Kesehatan Gigi"

Stunting merupakan masalah kesehatan yang bersumber pada malnutrisi yang mengakibatkan tinggi badan anak yang lebih rendah dari tinggi badan anak lainnya yang seumuran. Seseorang yang mengalami malnutrisi memiliki kecenderungan untuk masalah kesehatan lainnya, salah satunya adalah masalah gigi. Menurut salah satu jurnal kedokteran gigi (Vol I. No I. Maret 2016) menyatakan bahwa stunting dapat meningkatkan resiko terjadinya karies gigi. Hal ini dikarenakan seorang stunting memiliki masalah pada fungsi saliva. Saliva memiliki fungsi sebagai buffer, pembersih, anti pelarut, dan antibakteri rongga mulut. Jurnal kedokteran gigi tersebut menerangkan bahwa terdapat empat factor internal yang dapat berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan karies gigi. Pertama adalah gigi dan saliva. Gigi memiliki permukaan yang kasar dan bentuk lengkung yang tidak teratur, hal ini mengakibatkan sisa makanan dan bakteri yang mudah tertumpuk (terutama pada bagian yang dalam). Saliva yang berperan sebagai buffer tersebut mampu membersihkan ronggga mulut dari debris-debris makanan. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri karena bakteri tidak dapat tumbuh dan berkembang biak jika tidak terdapat debris makanan tersebut. Kedua adalah mikroorganisme. Karies gigi terjadi karena proses fermentasi dari sisa makanan yang ada di rongga mulut oleh miroorganisme pembentuk asam (seperti Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Lactobacillus acicophilus, dan Actinomyces viscosus). Mikroorganisme ini terdapat di dalam plak dan saliva. Bakteri dapat bertahan lebih baik ketika lingkungan asam dan akan memproduksi polisakarida ekstraseluler dari sukrosa. Ketiga adalah substrat. Substrat yang dimaksud dalam konteks ini adalah karbohidrat. Sukrosa dan glukosa dalam karbohidrat dapat meragi oleh bakteri sehingga membentuk asam yang membuat pH plak menurun sampai 5. Penurunan pH yang berulang dalam kurun waktu tertentu ini mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi (dan memulai proses karies). Terakhir adalah waktu. Karies gigi pasti akan muncul, namun semua bergantung oleh ketiga factor diatas dan waktu (cepat atau lambat). Ketika frekuensi substrat meningkat dalam waktu lama (bulan sampai tahunan), maka karies akan muncul dan menumpuk. Hal ini menunjukkan bahwa karies adalah penyakit kronis. Terlepas dari masalah stunting, kita wajib memeriksakan dan membersihkan gigi secara berkala. Umumnya pembersihan gigi dilakukan 6 bulan sekali oleh dokter gigi. Menurut pendapat drg. Nithya, Sp.Perio, stunting merupakan masalah malnutrisi yang terjadi sejak dalam kandungan dan baru akan terlihat manifestasinya pada usia 2 tahun. Hal ini memberikan peluang masalah gigi yang lebih luas, tidak hanya masalah karies gigi. Harus ada studi lanjutan menganai efek stunting terhadap gangguan erupsi gigi (tumbuh gigi dan pergantian gigi) pada anak. Serta jika lebih jauh lagi, harus digali kaitan stunting dengan gangguan perkembangan rahang yang dapat menyebabkan maloklusi (gangguan susunan gigi geligi). Pembenaran akan pendapat drg. Nithya terdapat pada penelitian yang dilakukan di Bantul (DIY). Penelitian dari 60 siswa yang berumur 6-7 tahun (membagi dalam gizi pendek (malnutrisi) dan gizi normal) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi (malnutrisi) dengan erupsi gigi.
Penulis : Citra Denali, S.KM, M.Kes. Sumber : Atiek Driana Rahmawati, Hastami Retriasih, dan Ana Medawati. Hubungan antara Status Gizi dengan Status Erupsi Gigi Insisivus Sentralis Permanen Mandibula. IDJ; Mei 2014; Vol.3 No.1; 16-21. drg. Nithya, Sp.Perio. Dokter Spesialis Gigi Perio RSU Queen Latifa Yogyakarta. 2018. Taupiek Rahman, Rosihan Adhani, dan Triawanti. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. Maret 2016; Vol I. No 1; 88-93. su prioritas kesehatan Indonesia sekarang ini sedang hangat dengan istilah stunting. Stunting merupakan masalah kesehatan yang bersumber pada malnutrisi yang mengakibatkan tinggi badan anak yang lebih rendah dari tinggi badan anak lainnya yang seumuran. Seseorang yang mengalami malnutrisi memiliki kecenderungan untuk masalah kesehatan lainnya, salah satunya adalah masalah gigi. Menurut salah satu jurnal kedokteran gigi (Vol I. No I. Maret 2016) menyatakan bahwa stunting dapat meningkatkan resiko terjadinya karies gigi. Hal ini dikarenakan seorang stunting memiliki masalah pada fungsi saliva. Saliva memiliki fungsi sebagai buffer, pembersih, anti pelarut, dan antibakteri rongga mulut. Jurnal kedokteran gigi tersebut menerangkan bahwa terdapat empat factor internal yang dapat berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan karies gigi. Pertama adalah gigi dan saliva. Gigi memiliki permukaan yang kasar dan bentuk lengkung yang tidak teratur, hal ini mengakibatkan sisa makanan dan bakteri yang mudah tertumpuk (terutama pada bagian yang dalam). Saliva yang berperan sebagai buffer tersebut mampu membersihkan ronggga mulut dari debris-debris makanan. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri karena bakteri tidak dapat tumbuh dan berkembang biak jika tidak terdapat debris makanan tersebut. Kedua adalah mikroorganisme. Karies gigi terjadi karena proses fermentasi dari sisa makanan yang ada di rongga mulut oleh miroorganisme pembentuk asam (seperti Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Lactobacillus acicophilus, dan Actinomyces viscosus). Mikroorganisme ini terdapat di dalam plak dan saliva. Bakteri dapat bertahan lebih baik ketika lingkungan asam dan akan memproduksi polisakarida ekstraseluler dari sukrosa. Ketiga adalah substrat. Substrat yang dimaksud dalam konteks ini adalah karbohidrat. Sukrosa dan glukosa dalam karbohidrat dapat meragi oleh bakteri sehingga membentuk asam yang membuat pH plak menurun sampai 5. Penurunan pH yang berulang dalam kurun waktu tertentu ini mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi (dan memulai proses karies). Terakhir adalah waktu. Karies gigi pasti akan muncul, namun semua bergantung oleh ketiga factor diatas dan waktu (cepat atau lambat). Ketika frekuensi substrat meningkat dalam waktu lama (bulan sampai tahunan), maka karies akan muncul dan menumpuk. Hal ini menunjukkan bahwa karies adalah penyakit kronis. Terlepas dari masalah stunting, kita wajib memeriksakan dan membersihkan gigi secara berkala. Umumnya pembersihan gigi dilakukan 6 bulan sekali oleh dokter gigi. Menurut pendapat drg. Nithya, Sp.Perio, stunting merupakan masalah malnutrisi yang terjadi sejak dalam kandungan dan baru akan terlihat manifestasinya pada usia 2 tahun. Hal ini memberikan peluang masalah gigi yang lebih luas, tidak hanya masalah karies gigi. Harus ada studi lanjutan menganai efek stunting terhadap gangguan erupsi gigi (tumbuh gigi dan pergantian gigi) pada anak. Serta jika lebih jauh lagi, harus digali kaitan stunting dengan gangguan perkembangan rahang yang dapat menyebabkan maloklusi (gangguan susunan gigi geligi). Pembenaran akan pendapat drg. Nithya terdapat pada penelitian yang dilakukan di Bantul (DIY). Penelitian dari 60 siswa yang berumur 6-7 tahun (membagi dalam gizi pendek (malnutrisi) dan gizi normal) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi (malnutrisi) dengan erupsi gigi. Penulis : Citra Denali, S.KM, M.Kes. Sumber : Atiek Driana Rahmawati, Hastami Retriasih, dan Ana Medawati. Hubungan antara Status Gizi dengan Status Erupsi Gigi Insisivus Sentralis Permanen Mandibula. IDJ; Mei 2014; Vol.3 No.1; 16-21. drg. Nithya, Sp.Perio. Dokter Spesialis Gigi Perio RSU Queen Latifa Yogyakarta. 2018. Taupiek Rahman, Rosihan Adhani, dan Triawanti. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. Maret 2016; Vol I. No 1; 88-93.

"Pencegahan Stunting"

1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan.
2. Beri ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh karena itu, ibu disarankan untuk tetap memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada sang buah hati. Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.
3. Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu dengan dokter.
4. Terus memantau tumbuh kembang anak Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya.
5.Selalu jaga kebersihan lingkungan Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia. Semoga informasi ini membantu para ibu mencegah stunting dan meningkatkan kualitas kesehatan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERBAIKAN PELAYANAN BPJS

Sumber Gambar JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kerap menuai kritikan dari berbagai pihak ...